Minggu, 29 Desember 2013

UJIAN SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM

NAMA : FRISKA DAMERIA
NIM : A1C111060
UJIAN SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM
TANGGAL : 17-31 DESEMBER 2013

Sifat ujian open book, diposting paling lambat tanggal 31 desember (jamnya tidak tau jadi usahakan sebelumnya sudah diposting), dikumpul dalam bentuk print out ditanggal yg sama dengan terakhir posting (31 desember)

1.      Temukan dua senyawa alkaloid yang berisomer satu sama lain. Tuliskan struktur lengkap dan sumber darimana kedua senyawa tersebut ditemukan (link, referensi dsb).
2.      (a.) usulkan teknik isolasi dan pemurnian kedua senyawa yang berisomer tersebut. (b.) Jelaskan alasan dan pemilihan pelarut untuk ekstraksi/pemurnian/isolasi tersebut.
3.      usulkan tahap2 biosintesis kedua senyawa tersebut dengan reaksi2 kimia organik. Jelaskan dasar referensinya (sumber,link)
4.      tentukan bagaimana cara mengelusidasi struktur lengkap dari kedua senyawa tersebut.

Jawaban
  1. Dua senyawa alkaloid yang saling berisomer satu sama lain adalah alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari tanaman Kina (Chincona sp.). Alkaloid yang tergolong quinolin diantaranya kuinin, kuinidin, sinkonin, dan sinkonidin. Alkaloid cinchona saat ini merupakan satu-satunya kelompok alkaloid quinolin yang memiliki efek terapeutik. Sinkonin yang merupakan isomer dari sinkonidin merupakan ”alkaloid orang tua” dari semua seri alkaloid kuinin. Kuinin dan isomernya yaitu kuinidin merupakan 6-metoksicinchonin.
Struktur dari 2 senyawa yang saling berisomer adalah

2 senyawa yang saya ambil disini adalah sinkonin dan sinkonidin. Kina merupakan alkaloid ditemukan dalam kulit pohon cinchona. Kina telah digunakan untuk mengobati malaria (penyakit berulang yang ditandai dengan menggigil parah dan demam). Kinin, sinkonin dan sinkonidin adalah bentuk alkaloid yang terdapat dalam kulit batang
pohon kina. Kinin adalah senyawa kimia yang digunakan untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Kinin terdapat dalam bentuk garamnya, antara lain kinin HCl, sulfat, dihidroklorida, bisulfat, dan glukonat Kinin dapat diubah menjadi bentuk sinkonidin yang dapat digunakan untuk katalis reaksi enantioselektif. Salah satu cara yang dapat diusahakan adalah cara enzimatik. Hati adalah salah satu organ tubuh yang mengandung berbagai enzim pengubah bentuk molekul, termasuk senyawa obat. Kinin, sinkonin dan sinkonidin utamanya dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin.

  1. a. Teknik isolasi dan pemurnian sinkonin dan sinkonidin :
Secara umum, senyawa alkaloid diisolasi dengan beberapa tahap, yaitu:
Tahap yang pertama, penyiapan sampel pada tahap ini sampel dari tanaman yang akan disintesi perlu dilakukan pengeringan bila perlu dihaluskan lagi.
Tahap yang ke-dua, diekstraksi pada saat mengekstraksi ini kita harus menggunakan pelarut yang sesuai dengan kriteria atau ciri dari senyawa yang terdapat dalam sampel yang akan disintesis.
Tahap yang ke-tiga,  fraksinasi pada tahap ini merupakan proses pemisahan komponen berdasarkan fraksi-fraksinya. Misalnya fraksi  yang bersifat polar dan non polar.
Tahap yang ke-empat, kromatografi pada tahap ini yaitu memisakan molekul yang berdasarkan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam yang berada dalam larutan.
Tahap yang ke-lima, purifikasi pada tahap ini yaitu suatu metode pemurnian untuk mendapatkan komponen bahan alam yang murni dari komponen lain yang tidak dibutuhkan.

Proses lsolasi sinkonin
Secara umum proses isolasi sinkonin dari alkaloid sisa dilakukan
dengan cara ekstraksi bertingkat menggunakan beberapa jenis pelarut yaitu
toluen, etanol dan air, seperti terlihat pada Gambar 4.2. Proses ekstraksi
selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4. Bahan baku alkaloid
sisa sebanyak 650 kg diekstraksi dengan menggunakan toluen teknis 2400 I.
Proses ektraksi dilakukan dalam reaktor berpengaduk yang dilengkapi
dengan jaket pemanas dan pendingin reaktor. Selain itu reaktor juga
dihubungkan ke unit penukar panas yang berada di luar reaktor. Proses
ekstraksi dilakukan pada temperatur 90 °C selama 2 jam. Untuk mencegah
kehilangan pelarut karena penguapan, maka uap pelarut dikondensasikan
melalui alat penukar panas dan selanjutnya kondensat diumpankan kembali
ke dalam reaktor. Proses refluk terjadi di reaktor R2 selama 2 jam. Setelah
semua alkaloid terlarut, selanjutnya dilakukan pendinginan hingga mencapai
suhu 60°C. Larutan organik yang kaya poduk selanjutnya ditransfer secara
vakum dari tangki R2 ke tangki berpengaduk R1. Setelah selesai transfer,
slem (pasta hitam yang tidak dapat larut dalam toluen) yang ada di dasar
tangki R2 ditambah air secukupnya (1 00 - 200 L) untuk dilakukan recovery
toluen yang terperangkap di dalam slem dengan cara distilasi. Setelah
diperoleh toluen hasil distilasi sebanyak 200 liter, kemudian slem yang bebas
toluen dikeluarkan dari tangki R2 untuk dibuang. Fase toluen yang kaya akan
ekstrak alkaloid di tangki R1 kemudian didistilasi, siehingga diperoleh ekstrak toluen pekat serta kering. Destilat toluene yang keluar awalnya berwarna
keruh, karena masih bercampur dengan air. Semakin lama kandungan air dalam destilat akan habis, sehingga destilat berwarna jernih. Setelah diperoleh toluen distilat 800 - 1000 L, proses dilanjutkan dengan pendinginan hingga suhu 30 °C. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan alat sentrifugasi yang dilengkapi dengan saringan kain untuk memisahkan antara produk padatan yang berwarna coklat kegelapan dengan MLQ (mother liquor) toluen. Produk hasil ekstraksi dengan toluene dilakukan analisis KCKT (Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi) untuk mengetahui kandungan alkaloid dalam produk. Proses selanjutnya adalah ekstraksi dengan pelarut alkohol di tangki pengaduk R3. Tujuan ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan produk sinkonin crude yang memenuhi persyaratan kualitas. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan secara refluks pada 70 °C selama 2 jam. Setelah itu, dilakukan pendinginan hingga 30 °C kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan produk padatan yang berwarna putih kecoklatan dengan MLQ (cairan induk) alkohol. Produk yang diperoleh kemudian dicuci dengan air pada 90 °C untuk membersihkan produk dari impurities polar yang masih terkandung di dalam produk tersebut. Produk hasil cucian dengan air kemudian diangin-anginkan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam produk hingga memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan.




b. Alasan pemilihan pelarut dalam isolasi dan pemurnian senyawa sinkonin dan sinkonidin :
a.Pelarut yang kita gunakan tidak bercampur dengan zat yang akan diisolasi.
b.Pelarut yang kita gunakan jangan sampai bereaksi dengan zat yang akan diisolasi.
c.Pelarut yang kita gunakan dapat dengan mudah melarutkan pada saat mengekstraksi.
d.Pelarut yang kita gunakan sesuai dengan kriteria zat yang akan diekstraksi.
e.Pelarut yang kita gunakan mudah didapat dan efesiensi.

Untuk alkaloid yang bersifat nonpolar, jadi pelarut yang digunakan adalah pelarut nonpolar juga. Contohnya adalah heksana.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada ekstraksi asam dan basa, adalah :
§         Basa yang ditambahkan harus lebih kuat daripada alkaloida yang akan dibebaskan dari  ikatan garamnya, berdasarkan reaksi pendesakan.
§         Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloida pada umumnya kurang  stabil. Pada pH tinggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam keadaan bebas, terlebih bila alkaloida  tersebut dalam bentuk ester, misalnya : Alkaloid Secale, Hyoscyamin dan Atropin.
§         Setelah bebas, alkaloida ditarik dengan pelarut organik tertentu.

  1. Kina disintesis dari triptofan melalui 16 tahap dengan menggunakan membutuhkan  16 enzim untuk  menghasilkan Kina. Dalam proses sintesis perlu dilakukan penambahan zat induser yang diinokulasikan secara bersama-sama dengan mediumnya. Zat induser adalah suatu zat yang memiliki komponen nutrisi yang serupa dengan dengan tanaman inangnya dan dapat menstimulasi pertumbuhan mikroba endofit dalam memproduksi senyawa bioaktif sebagai hasil metabolisme sekunder.



Cara identifikasi Alkaloid
Alkaloid dalam larutan netral atau sedikit asam jika ditambah pereaksi terbentuk endapan kristal atau amorf.
·      Dengan pereaksi Mayer (larutan Merkuri Iodida)  => endapan krem
·      Dengan pereaksi Wagner (larutan Yodin dalam Kl) => endapan merah coklat
·      Dengan pereaksi Hager (larutan asam pekrat jenuh) => endapan kuning
·      Dengan pereaksi Dragendorf (larutan KBi Yodida) => endapan

Biosintesis, metoda isolasi dan penentuan struktur didalam kimia bahan alam tidak dapat dipisahkan. Ketiganya saling terkait satu sama lain. Analisis secara ilmiah, dimulai dengan pendekatan dari biosintesisnya. Karena biosintesis menunjukkan bagaimana suatu senyawa bahan alam terbentuk melalui serangkaian mekanisme reaksi. Selanjutnya setelah diketahui senyawa-senyawa yang mungkin dihasilkan, dilakukan isolasi.  Dengan teknik isolasi, senyawa-senyawa dapat dimurnikan. Teknik yang dipakai antara lain Ekstraksi Cair,KLT,GC. Sehingga dihasilkan senyawa yang dimaksud dalam keadaan murni. Senyawa tersebut selanjutnya ditentukan strukturnya untuk mengetahui rumus strukturnya sehingga dapat digolongkan kedalam golongan-golongan senyawa bahan alam yang telah diketahui. Penentuan struktur dilakukan dengan alat FTIR dan H-nmr/C-nmr.

  1. Prosedur Kerja Identifikasi Alkaloid dengan Metoda Culvenor-Fiztgerald:
1. Kira-kira 4 gram sampel segar dirajang halus dan digerus dalam lumpang dengan bantuan pasir, lalu ditambahkan kloroform sedikit sampai membentuk pasta.
2. Tambahkan 10 ml larutan amoniak-kloroform 0.05 N dan digerus lagi, saring campuran kedalam sebuah tabung reaksi kering.
3. Tambahkan 10 ml H2SO4 2 N dan kocok kuat. Diamkan larutan sampai terbentuk dua lapisan.
4. Dengan menggunakan pipet yang telah diberi kapas pada ujungnya untuk menyaring, ambil lapisan asam sulfat dan masukan kedalam tabung reaksi kecil ( Lapisan kloroform disimpan untuk pengujian terpenoid).
5. Filtrat diuji dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf. Terbentuknya endapan putih atau keruh dengan pereaksi Mayer. Endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan pereaksi Dragendorf menunjukan sampel mengandung alkaloid.       
Penentuan struktur sinkonin dan sinkonidin dilakukan dengan alat FTIR dan H-nmr/C-nmr.




Senin, 09 Desember 2013

MID SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM

NAMA : FRISKA DAMERIA
NIM : A1C111060
DOSEN PENGAMPU : Dr. SYAMSURIZAL, M.Si
HARI/TANGGAL : SELASA/ 03 DESEMBER 2013
WAKTU : 10.00 WIB – 10.00 WIB (10 DESEMBER 2013)

1.                  Cari diartikel tentang tehnik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid? Mengapa dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti flavonoid, alkaloid atau fenolik lain?
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TERPENOID
    Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk. 
MATERI DAN METODE 
Bahan
Biji pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji pepaya yang berwarna putih yang diambil di daerah Kupang-NTT. Bahan kimia yang digunakan seperti metanol (teknis dan p.a), kloroform p.a, n-heksana (p.a dan teknis), asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat, kalium bromida (KBr), silika gel GF254, silika gel 60, etilasetat p.a, eter p.a, etanol (p.a dan teknis), dan akuades. 
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah berbagai alat gelas, seperangkat alat kromatografi (KLT dan kolom), lampu ulta violet 254 nm dan 366 nm, spektrofotometer ultra violet -tampak, serta spektrofotometer inframerah. 
Cara Kerja
Biji pepaya yang berwarna putih dicelupkan ke dalam etanol panas kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak 500 g serbuk kering biji pepaya diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak kental tersebut diuji fitokimia dengan pereaksi Liebermann-Burchard untuk menentukan ada tidaknya triterpenoid. Ekstrak kental positif triterpenoid dipisahkan dengan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen dengan teknik KLT. Hasil pemisahan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) yang sama digabungkan dan dikelompokkan menjadi kelompok fraksi. Masing-masing kelompok fraksi tersebut diuji untuk triterpenoid. Fraksi yang positif mengandung triterpenoid dengan noda tunggal dilanjutkan dengan uji kemurnian secara KLT dengan beberapa campuran eluen. Bila tetap menghasilkan satu noda maka fraksi tersebut dapat dikatakan sebagai isolat relatif murni secara KLT. Isolat relatif murni ini kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer Ultra violet¬tampak dan Inframerah. 
Reagen yang dipakai dalam identifikasi terpenoid adalah reagen Lieberman Burchard. Reagen ini biasa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu kolesterol. Biasanya reagen Lieberman Burchard digunakan dengan cara menyemprotkan larutannya pada kolesterol yang sudah di-kromatografi-kan (TLC). Apabila mengandung Triterpenoid, maka akan memberikan warna merah sedangkan apabila mengandung Steroid, akan memberikan warna biru dan hijau. Reagen Lieberman Burchard dibuat dari Asam sulfat pekat (10 mL) dan Anhidrida Asetat (10 mL). Metanol dan Etanol dapat digunakan untuk melarutkan sampel yang akan diidentifikasi. Berikut adalah contoh senyawa yang dites dengan reagen ini:


Untuk pengujian kandungan triterpenoid dan streoid dalam sampel daun, ekstrak eter ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard (L-B), yaitu campuran asam asetat anhidrid dengan asam sulfat pekat (2:1).
            Indikasi positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau hijau. Warna biru atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan warna komplementer. Warna yang diserap adalah warna jingga sehingga diketahui steroid menyerap pada panjang gelombang 585-647 nm. Sedangkan pada triterpenoid indikasi positif ditandai dengan perubahan warna menjadi merah, ungu atau coklat. Warna yang diserap oleh triterpenoid adalah warna hijau dengan panjang gelombang 491-570 nm. Gugus –OH pada triterpenoid akan mengalami pergeseran panjang gelombang yang diserap sehingga warna yang ditimbulkan berbeda. Jadi warna merah, ungu atau coklat adalah warna komplementer. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik. Senyawa organik dengan konjugasi yang ekstensif menyerap panjang gelombang tertentu karena adanya transisi elektron π ke π∆ dan n ke π∆ sehingga warna yang diserap bukan warna yang tampak melainkan warna komplementernya. Jika sampel mengandung triterpenoid dan steroid sekaligus maka warna yang pertama kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul warna steroid. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh triterpenoid lebih panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul lebih dahulu. Hasilnya menunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan bahwa sampel positif mempunyai triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru tidak muncul ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandung steroid.

2.                  Dengan cara yang sama cari tehnik isolasi tentang senyawa terpenoid, jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan tehnik-tehnik isolasi dan purifikasi. Misalnya dg pelarut etanol dilakukan kromatografi.
ISOLASI SENYAWA TERPENOID PADA HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn)

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid antibakteri dari herba meniran (Pyllanthus niruri Linn) dengan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa. Ekstraksi senyawa dilakukan dengan dua cara yaitu maserasi dengan pelarut metanol dan sokletasi dengan pelarut n–heksanaa.
Hasil uji fitokimia menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard pada ekstrak n–heksanaa hasil maserasi dan ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hasil uji aktivitas ekstrak n–heksanaa terhadap bakteri Escherichia coli ATCC® 25292 dan Staphylococcus aureus ATCC® 25293 menunjukkan fraksi n–heksanaa hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih baik. Daya hambat fraksi n–heksanaa hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 0,5 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan daya hambat fraksi n–heksanaa hasil sokletasi yaitu 10 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi dimurnikan dengan menggunakan kromatografi kolom dan diidentifikasi dengan Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa. Data Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa, menunjukkan kemungkinan ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi mengandung dua buah senyawa yaitu phytadiene [M+] 278 dan senyawa 1,2-seco-cladiellan m/z 335 [M+- H]. 

MATERI DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagian herba meniran segar (Phyllanthus niruri Linn) yang diperoleh dari Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Propinsi Bali. Herba meniran dikeringkan kemudian diblender sampai berbentuk serbuk. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian terdiri dari metanol (p.a), asam asetat anhidrida (p.a), H2SO4 pekat, kloroform (p.a), n-heksana (p.a), benzena (p.a), KOH 10%, kalsium klorida anhidrat, HCl 4 M, kalium bromida, silika GF254, silika G60, akuades.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : neraca analitik, blender, labu erlenmeyer, penguap putar vakum, pipet ukur, labu ukur, corong pisah, botol reagen, kertas saring, seperangkat alat gelas, seperangkat alat kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi gas-spektroskopi massa, refluks, sokhlet dan lampu ultra violet 254 nm dan 366 nm.

Cara Kerja
Ekstraksi
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
2. Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n – heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
Teknik-teknik dari isolasi terpenoid adalah :
1. Ekstraksi
Dalam teknik ekstraksi dilakukan dengan 2 cara , yaitu :
a. Sokletasi, menggunakan n-heksana
b. Maserasi, menggunakan methanol
2. Fraksinasi
Pada tahap ini dilajutkan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan beberapa campuran pelarut yang dilakukan terhadap ekstrak etil asetat untuk melihat komposisi dan sistem pelarut yang tepat yang akan digunakan dalam fraksinasi pada kromatografi kolom. Sistem pelarut antara lain : n-heksan : etil asetat = 2 : 1, metanol : air = 5 : 1, kloroform : metanol : air= 7 : 3 : 1. Setelah diuji hasil KLT dan diperoleh sistem pelarut- ekstrak yang tepat , selajutnya dilakukan pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan kromatografi kolom.
Pada teknik ini akan diperoleh beberapa fraksi yang mempunyai Rf yang sama, digabungkan menjadi satu fraksi.
3. Pemurnian
Fraksi yang telah dikumpulkan tadi, selajunya diuapkan kemudian dilakuakan rekristalisasi. Padatan komponen tersebut dilarutkan dengan pelarut methanol pada suhu 50o C, kemudian disaring dengan corong buchner selagi panas. Jika larutan berwarna, ditambahkan norit 1-2% dari berat padatan komponen tadi, kemudian disaring kembali dan filtratnya didinginkan dalam air es sampai terbentuk kristal.
4. Karakterisasi
kristal yang diperoleh uji kemurniannya dengan kromatografi lapis tipis dalam eluen n-heksan : etil asetat (2:1) dilanjutkan dengan pengujian titik leleh dan diidentifikasi dengan uji pereaksi Liberman – Buchard.

Dasar ilmiah pemilihan pelarut dalam teknik isolasi Terpenoid adalah :
a.  Melarutkan sempurna komponen dari minyak atsiri yang terdapat dalam tanaman.
b.  Mempunyai titik didih rendah.
c.  Tidak bercampur dengan air.
d.  Inert, tidak bereaksi dengan komponen minyak atsiri.
e.  Mempunyai satu titik didih, bila diuapkan tidak meninggalkan sisa.
f.   Harga murah.
g.  Bila mungkin tidak mudah terbakar.

3.                  Pelajari cara biosintesis suatu terpenoid. Identifikasilah sekurang-kurangnya lima jenis reaksi organic yang terkait dengan biosintesis tersebut dan jelaskan reaksinya?
Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.

Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid.
4.                  Salah satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormone laki-laki dan perempuan, jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormone baik pada testosterone dan estrogen. Misalnya pada hormone testosterone itu yang paling aktif.
Hormone testosterone merupakan hormone steroid yang androgenic. Dan estrogen merupakan hormone steroid yang bersifat anabolic.
Hubungan struktur dan aktivitas hormone androgenic :
a. Pemasukan gugus 3-keto dan 3α-hidroksi dapat meningkatkan aktivitas androgenik.
b. Gugus 17ß-hidroksi penting dalam hubungannya dengan pengikatan reseptor, oleh karena itu isomer 17ß-hidroksi lebih aktif dibanding 17α-hidroksi.
c. Testosteron, tidak dapat diberikan secara oral karena oleh bakteri usus gugus 17ß-hidroksi akan dioksidasi menjadi 17ß-keto yang tidak aktif.
Testosteron mempuyai waktu paro pendek karena cepat dapat diserap dalam saluran cerna dan cepat mengalami degradasi hepatik.
d. Adanya gugus alkil pada C17α mencegah perubahan metabolisme gugus 17ß-hidroksi sehingga senyawa dapat diberikan secara oral.
Contoh : 17α-metiltestosteron, dapat diberikan secara oral, walaupun aktivitasnya hanya ½ kali aktivitas testosterone bila dibandingkan dengan pemberian secara intramuscular.
Makin panjang rantai C gugus alkil makin menurun aktivitas andogenik dan makin meningkat toksisitasnya.
Contoh : 17α-metiltestosteron lebih aktif dibanding 17α-etiltestosteron.
e. Esterifikasi pada gugus 17ß-hidroksi dapat memperpanjang masa kerja obat. Bentuk eter bersifat lebih nonpolar, lebih mudah larut dalam jaringan lemak dan bila diberikan secara intramuscular dapat menghasilkan respons sampai 2-4 minggu.
Contoh : testosteron propionat, testosteron enantat, testosterone fenilpropionat dan testosteron dekanoat.
Testosteron propionat mempunyai awal kerja cepat dan masa kerja yang lebih pendek dibanding ester-ester lain.
f. Substitusi atom halogen menurunkan aktivitas senyawa androgenik, kecuali substitusi pada atom C4 dan C5.
Contoh : fluoksimesteron, mempunyai aktivitas androgenik 5-10 kali lebih besar dibanding testosteron.
Analog testosteron yang sering digunakan sebagai androgenik antara lain mesterolon dan metandrostenolon.
Metandrostenolon mempunyai aktivitas androgenik sama dengan testosteron.
g. Pemasukan atom C terhibridisasi sp2 pada cincin A membuat cincin menjadi lebih planar dan meningkatkan kerapatan elektron senyawa, dan hal ini akan meningkatkan aktivitas anabolik.
Contoh : oksimetolon, mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1 : 2,5 dan stanozolol mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1: 5
h. Hilangnya gugus metil pada C19 (19-norandrogen) juga meningkatkan aktivitas anabolik.
Contoh : nandrolon (nortestosteron) dan etilestrenol, mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1: 3

Hubungan struktur-aktivitas hormone estrogen :
a. Allen dan Doissy (1923), telah dapat mengisolasi dari ekstrak ovarium wanita senyawa-senyawa turunan steroid yang mempunyai aktivitas estrogenik, yaitu estron, estriol, dan 17β-estradiol. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa 17β-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik 3 kali lebih besar dibanding estron dan 6 kali lebih besar dibanding estriol.
17β-estradiol mudah dipecah dan menjadi tidak aktif oleh mikroorganisme dalam saluran cerna. Senyawa cepat diserap di usus dan cepat pula dimetabolisis di hati. Oleh karena itu 17β-estradiol hanya aktif pada pemberian intramuscular sedang pemberian secara oral menurunkan aktivitas secara drastis.
b. Penelitian mengenai hubungan struktur dan aktivitas menunjukkan bahwa hilangnya atom O yang terikat pada C¬3 dan C17¬, epimerisasi gugus 17β-estradiol menjadi konfigurasi 17α dan adanya ikatan rangkap pada cincin B dapat meburunkan aktivitas estrogenik.
c. Perluasan cincin D akan menurunkan aktivitas estrogenik secara drastis. D-homoestradiol dan D-homoestron mempunyai aktivitas yang lebih rendah dibanding estradiol dan estron.
d. Modifikasi struktur estron menunjukkan bahwa pemasukan gugus OH pada posisi C6, C7, dan C11 menurunkan aktivitas estrogenik. Dalam suasana basa kuat (KOH), cincin D dari estron akan pecah, membentuk asam doisinolat, yang mempunyai aktivitas estrogenik lebih besar dibandingkan estron. Hal ini menunjukkan bahwa cincin D kurang berperan dalam aktivitas estrogenik.
e. Esterifikasi gugus 17β-hidroksi atau 3-hidroksiestradiol dapat memperpanjang masa kerja obat oleh karena pada in vivo bentuk ester dihidrolisis dengan lambat melepaskan estrogen bebas secara perahan-lahan. Bentuk ester ini hanya aktif pada pemberian secara intramuskular. Contoh bentuk ester dari estradiol antara lain adalah 3-benzoat, 3,17-dipropionat, 17-valerat, dan ester 17-siklopentilpropionat (sipionat).
f. Bentuk eter estradiol memiliki kelarutan dalam lemak lebih besar, penembusan membran biologis menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan aktivitas estrogenik dan memperpanjang masa kerja obat.
Bentuk eter 2-tetrahidropiranil pada posisi 3 dan 17 dari estradiol mempunyai aktivitas estrogenik lebih kuat dibanding estradiol. 3,17-bis(2-tetrahidropirinil)-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik yang lebih rendah dibanding estradiol karena senyawa ini memiliki kelarutan dalam lemak sangat tinggi dan praktis tidak larut dalam cairan sel, sehingga tertahan dalam membran biologis dan tidak dapat dibawa oleh cairan sel menuju reseptor.
g. Pemasukan gugus etinil pada posisi 17α dapat memperlambat proses oksidasi estradiol oleh bakteri usus karena pengaruh adanya halangan ruang, sehingga pada pemberian per oral aktivitas estrogenik 17α-etinilestradiol 15-20 kali lebih besar dibanding aktivitas estradiol, sedangkan pada pemberian intramuscular aktivitasnya sama.
h. Bentuk eter pada gugus 3-hidroksi pada 17α-etinilestradiol akan meningkatkan kelarutan dalam lemak dan memperpanjang masa kerja obat. Contoh : 17α-etinilestradiol-3-metileter (mestranol), mempunyai masa kerja lebih panjang dibanding 17α-etinilestradiol. Etinilestradiol dan mestranol banyak digunakan sebagai konrasepsi oral dikombinasi dengan hormone progestin. 17α-etinilestradiol-3-siklopentileter (kuinestrol) mempunyai kelarutan dalam lemak sangat tinggi, di tubuh membentuk depo (menumpuk) kemudian senyawa induk aktif dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga kuinestrol mempunyai masa kerja sangat panjang, kurang lebih 1 bulan.


Minggu, 08 Desember 2013

BIOSINTESIS ALKALOID

            Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting, senyawa ini terdiri dari amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino esensial yang merupakan standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino alanin, arginin, asparagin, asam aspartat, sistein, asam glutamat , glutamin, glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysin, metionin, fenilalanine, prolin, serine, treonine, triptopan, tirosine, and valin(4). Dari 20 jenis asam amino yang disebutkan diatas, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol.
Biosintesis alkaloid mula-mula didasarkan pada hasil analisa terhadap ciri struktur tertentu yeng sama-sama terdapat dalam berbagai molekul alkaloid. Alkaloid aromatik mempunyai satu unit struktur yaitu ß-ariletilamina. Alkaloid-alkaloid tertentu dari jenis 1- benzilisokuinolin seperti laudonosin mengandung dua unit ß-ariletilamina yang saling berkondensasi’ Kondensasi antara dua unit ß-ariletilamina tidak lain adalah reaksi kondensasi Mannich. Dengan reaksi sebagai berikut :

                                       
Menurut reaksi ini, suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogan dalam bentuk imina atau garam iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik ini dapat berupa suatu enol atau fenol.
Dari percobaan menunjukkan bahwa ß-ariletilamina berasal dari asam-asam amino fenil alanin dan tirosin yang dapat mengalami dekarboksilasi menghasilkan amina. Asam-asam aminom ini, dapat menyingkirkan gugus-gugus amini (deaminasi oksidatif) diikuti oleh dekarboksilasi menghasilkan aldehid. Kedua hasil transformasi ini yaitu amina dan aldehid.
Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.

Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida melibatkan reaksi-reaksi sekunder yang menyebabkab terbentuknya berbagai jenis struktur alkaloida. Salah satu dari reaksi sekunder ini yang terpenting adalah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi orto atau para dari gugus fenol. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme radikal bebas.
             Reaksi-reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan gugus metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun oksidasi dari gugus amina. Keragaman struktur alkaloid disebabkan oleh keterlibatan fragmen-fragmen kecil yang berasal dari jalur mevalonat, fenilpropanoid dan poliasetat.  
            Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada gugus amina yang diikuti oleh reaksi Mannich yang menghasilkan tropinon, selanjutnya terjadi reaksi reduksi dan esterifikasi menghasilkan hiosiamin
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.

Permasalahan :
1.       Dari yang kita ketahui bahwa alkaloid merupakan senyawa basa. Dari biosintesis alkaloid, apakah yang menyebabkan alkaloid itu bersifat basa?
2.       Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Bagaimanakah mekanisme reaksi biosintesis alkaloid yang melibatkan reaksi rangkap fenol dan metilasi ?

Senin, 02 Desember 2013

PENENTUAN STRUKTUR ALKALOID PADA DAUN KESUM



Serbuk daun kesum sebanyak 1 kg dimaserasi menggunakan metanol hingga filtratnya jernih. Maserasi ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang ada pada daun kesum. Pada proses maserasi diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 28,576 g berwarna hijau pekat kehitaman. Ekstrak kental metanol masih mengandung banyak senyawa kimia (multi compound) dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Senyawa-senyawa tersebut dapat dipisahkan secara partisi berdasarkan kemampuannya untuk terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses partisi dilakukan berulang-ulang dengan tujuan agar jumlah senyawa yang terpartisi optimal. Proses partisi daun kesum menggunakan beberapa pelarut organik dengan kepolaran yang semakin meningkat yaitu n-heksana dan etil asetat. Dari proses tersebut diperoleh fraksi etil asetat (6,799 g), n-heksana (11,573 g) dan fraksi metanol (2,648 g), ketiga fraksi tersebut kemudian diuji kandungan alkaloidnya menggunakan reagen Mayer dimana Adanya alkaloid ditunjukkan dengan munculnya endap-Serbuk daun kesum sebanyak 1 kg dimaserasi menggunakan metanol hingga filtratnya jernih. Maserasi ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang ada pada daun kesum. Pada proses maserasi diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 28,576 g berwarna hijau pekat kehitaman.

Ekstrak kental metanol masih mengandung banyak senyawa kimia (multi compound) dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Senyawa-senyawa tersebut dapat dipisahkan secara partisi berdasarkan kemampuannya untuk terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses partisi dilakukan berulang-ulang dengan tujuan agar jumlah senyawa yang terpartisi optimal. Proses partisi daun kesum menggunakan beberapa pelarut organik dengan kepolaran yang semakin meningkat yaitu n-heksana dan etil asetat. Dari proses tersebut diperoleh fraksi etil asetat (6,799 g), n-heksana (11,573 g) dan fraksi metanol (2,648 g), ketiga fraksi tersebut kemudian diuji kandungan alkaloidnya menggunakan reagen Mayer dimana Adanya alkaloid ditunjukkan dengan munculnya endapan putih, kemudian endapan jingga dengan reagen Dragendroff dan endapan cokelat dengan reagen Wagner. Berdasarkan uji alkaloid terhadap fraksi metanol, n-heksana dan etil asetat diketahui bahwa fraksi metanol dan etil asetat menunjuk- kan hasil positif mengandung senyawa alkaloid. Sementara fraksi n-heksana memberi hasil negatif, hal ini dikarenakan senyawa alkaloid terdistribusi pada pelarut yang bersifat polar. Pada penelitian ini, fraksi yang dipilih untuk diteruskan tidak hanya berdasarkan hasil uji alkaloid saja. Faktor pertimbangan lainnya adalah berat fraksi. Hal ini disebabkan banyaknya tahapan pemisahan dan pemurnian yang harus dilakukan. Jika jumlah fraksi terlalu sedikit dikhawatirkan akan habis sebelum diperoleh isolat yang relatif murni. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih fraksi etil asetat yang diteruskan untuk dilakukan pemurnian dan pemisahan. Pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi vakum cair dan Kromatografi Kolom Tekan (KKT). Pada tahap awal Pemisahan dilakukan proses Kromatografi Vakum Cair (KVC) dengan eluen yang bergradien. Eluen yang digunakan dalam KVC merupakan eluen yang mampu mengelusi sampel. Pemilihan eluen dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Proses elusi pada KVC menggunakan beberapa sistem eluen yang meningkat kepolarannya. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi kerja dan biaya. Penggunaan hanya satu sistem eluen akan menghabiskan volume eluen jauh lebih banyak untuk mengeluarkan seluruh komponen dari kolom silika gel. Dari hasil KVC diperoleh 5 fraksi gabungan (A-E), kemudian dilakukan uji alkaloid. Berdasarkan uji alkaloid tersebut maka fraksi B dipilih untuk diteruskan ke tahap pemurnian selanjutnya dengan teknik kromatografi kolom tekan. Hasil akhir KKT didapat 7 fraksi gabungan (B1-B7) kemudian diuji alkaloidnya.

Berdasarkan hasil KLT dan uji alkaloid didapatkan fraksi B5 yang mengandung senyawa alkaloid dan memperlihatkan pola noda tunggal. Fraksi B5 sebanyak 19 mg berbentuk amorf berwarna hijau tua. Fraksi B5 yang dipilih untuk dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji kemurnian yang meliputi analisis KLT satu dan dua dimensi serta uji titik leleh. Analisis KLT satu dimensi dilakukan dengan menggunakan beberapa eluen, yaitu : n-heksana : etil asetat (8:2), n-heksana : aseton (7:3) dan kloroform 100%. Kromatogram KLT satu dimensi fraksi B5 ditunjukan pada Gambar 1.


Uji kemurnian dari fraksi B5 selanjutnya dilakukan dengan KLT dua dimensi mengguna-kan eluen n-heksana : etil asetat (8:2). Profil kromatogram fraksi B5 secara KLT dua dimensi ditunjukkan pada Gambar 2.


Berdasarkan Gambar 1 dan 2 dapat diketahui bahwa isolat dari fraksi B5 menampakkan noda berbentuk tunggal pada kromatogram. Bentuk noda tunggal tersebut menunjukan bahwa isolat B5 hasil isolasi relatif murni. Isolat B5 yang diperoleh berupa padatan amorf berwarna hijau tua dan mempunyai titik leleh 85-87 (tidak terkoreksi). Isolat B5 relatif murni yang didapat kemudian diteruskan ke tahap identifikasi. Isolat dianalisis dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis, IM dan spektrometer RMI-1H dan RMI-13C. Spektrum UV isolat B5 memberikan serapan pada panjang gelombang 210, 220, 250, 270 dan 285 nm. Seperti terlihat pada Gambar 3.



Berdasarkan spektrum isolat B5 dikarakterisasi adanya puncak serapan pada panjang gelombang 210 nm yang merupakan kerangka dasar dari cincin furan yang dimiliki oleh alkaloid indol (Kong et al., 1985). Panjang gelombang 220 nm merupakan serapan maksimum untuk kromofor (C=C) aromatik. Adapun transisi yang terjadi adalah transisi  -  *. Serapan pada 270 nm menunjukan adanya serapan karbonil yang terjadi pada 270-300 nm. Puncak serapan pada λmaks 285 nm menunjukkan adanya kromofor benzena. Panjang gelombang maksimum sebesar 270 nm dan 285 nm mengindikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk dalam golongan alkaloid indol. Menurut Nassel, 2008 terbentuknya dua buah serapan yang berdekatan menunjukkan ciri khas dari senyawa alkaloid indol. Spektrum IM isolat B5 memperlihatkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 3483 cm-1 (N-H), 3311 cm-1 (O-H), 2925 cm-1 (C-H), 1735 cm-1 (C=O), 1458 cm-1 (C=C), 1379 cm-1 (C-N), 1168 cm-1 (C–O) (Hart dkk., 2003). Spektrum IM isolat B5 dapat dilihat pada Gambar 4.



Data spektrum IM isolat B5 menunjukan bahwa terdapat gugus fungsi utama yaitu gugus amida (-CO-NR2) dan gugus metil (C-H). berdasarkan analisis spektrum IM maka dapat diasumsikan bahwa isolat B5 merupakan senyawa alkaloid, karena senyawa ini memiliki gugus fungsi NH pada strukturnya. Spektrum (RMI-1H) Isolat B5 menunjuk- an adanya sinyal triplet pada δH 0,89 (J= 3 Hz), sinyal multiplet pada δH 1,35 (J= 13 Hz), sinyal singlet pada δH 3,60 (J= 0,25 Hz), sinyal kuartet pada δH 3,98 (J= 1 Hz) dan sinyal singlet pada δH 8,14 (J= 0,1 Hz). Spektrum (RMI-1H) Isolat B5 dapat dilihat pada gambar 5.


Spektrum (RMI-13C) menunjukkan bahwa terdapat 14 sinyal karbon yang terdiri dari sinyal-sinyal untuk sebuah karbon kwarterner (C), tujuh buah karbon metin (CH), dua buah karbon metilen (CH2), dua buah karbon metil (CH3). Kemudian terdapat pula sinyal untuk CH-OH dan sebuah sinyal untuk C=O. Spektrum (RMI-13C) Isolat B5 dapat dilihat pada gambar 6.

Berdasarkan data spektrum UV dan IM dapat diperoleh asumsi awal bahwa isolat B5 merupakan senyawa alkaloid indol yang tersubstitusi pada cincin pirol. Keberadaan alkaloid pada isolat B5 juga diperkuat dengan adanya gugus amida yang memberikan serapan kuat pada bilangan gelombang 3483-3610 cm-1 untuk vibrasi ulur (N-H) (Hart dkk., 2003).
Puncak serapan pada λmaks 285 nm menunjukkan isolat B5 mengandung kromofor benzena. Posisi substitusi pada suatu cincin benzena dapat dilihat dari spektrum inframerahnya. Cincin-cincin benzena yang tersubstitusi mempunyai karakteristik absorpsi pada 680-900 cm-1 (Fessenden & Fessenden, 1986). Spektrum IM isolat B5 tidak menampakan adanya serapan pada rentang tersebut, sehingga dapat diduga bahwa senyawa alkaloid pada isolat B5 memiliki cincin benzen yang tidak tersubstitusi. Berdasarkan analisis tersebut maka diprediksi struktur dari isolat B5 adalah senyawa alkaloid Indol dengan struktur terlihat pada Gambar 7.


Permasalahan

Pada gamabar diatas diketahui adanya sinyal singlet, triplet dan kuartet. Manakah dari sinyal itu yang termasuk sinyal singlet, triplet dan kuarted?
Data spektrum IM isolat B5 (gambar diatas) menunjukan bahwa terdapat gugus fungsi utama yaitu gugus amida (-CO-NR2) dan gugus metil (C-H). pada gelombang mana yang menunjukkan gugus amida dan gugus metal itu ?