Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 95%
daun katu diisolasi dengan menggunakan metode Charaux-Paris. Dilakukan
fraksinasi ekstrak etanol 95% dengan menggunakan pelarut kloroform, etilasetat
dan 3 kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi n-butanol I dilakukan isolasi
flavonoid dengan cara kromatografi kertas
preparatif dan diidentifikasi dengan spektrofotometer Ultra Violet (UV) dan infrared. Enam senyawa flavonoid berhasil
diisolasi, setelah diidentifikasi salah satu senyawa flavonoid tersebut adalah
rutin sedangkan 5 senyawa lainnya adalah golongan flavonol OH-3 tersulih atau
golongan flavon.
Metode
Penelitian
Tanaman katu (Sauropus androgynus (L.) Merr. yang diambil dari kebun
budidaya PT. Kimia Farma Bandung dideterminasi di Balai Penelitian dan
Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor.
Sejumlah 1 gram serbuk bahan ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5
menit dan disaring, filtrat digunakan sebagai larutan percobaan.
Ke dalam 5 ml larutan percobaan ditambahkan sedikit serbuk
magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil-alkohol, dikocok dengan kuat
dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna jingga atau merah jingga pada lapisan
amil-alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid [1,9]. Daun katu (Sauropus androgynus (L.) Merr. diambil dari dari tanaman
yang terdapat di kebun budidaya PT. Kimia Farma Bandung, pada waktu tumbuhan
tersebut sedang berbunga. Setelah dibersihkan dari bagian tumbuhan lain, dari
bahan organik asing dan pengotor lainnya, daun dikeringkan secara alami di
udara dengan tidak dikenai sinar matahari langsung, kemudian digiling dan
diayak dengan ayakan nomor 6, sehingga diperoleh serbuk dengan derajat
kehalusan tertentu [10]. Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat dengan
menggunakan pelarut mula mula n-heksana kemudian etanol 95%. Sejumlah 1 kg
serbuk kering daun katu pertama-tama diekstrasi dengan n-heksana berkali-kali
sampai filtrat jernih. Ampas dikeringkan kemudian diekstraksi dengan etanol 95%
berkali-kali hingga filtrat jernih. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan
penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental [10]. Pada penelitian ini
yang digunakan adalah ekstrak etanol..
Isolasi senyawa flavonoid dikerjakan dengan metode
Charaux-Paris. Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam air panas, disaring
kemudian diekstraksi dengan n-heksana, fraksi n-heksana dikumpulkan dan di
pekatkan, diperoleh fraksi n-heksana pekat. Fraksi air diekstraksi dengan
kloroform, fraksi kloroform dikumpulkan dan dipekatkan diperoleh fraksi
kloroform pekat. Fraksi air diekstrasi lagi dengan etil asetat, fraksi etil
asetat dikumpulkan dan dipekatkan, diperoleh fraksi etil asetat pekat. Kemudian
fraksi air diekstraksi dengan n-butanol, fraksi n-butanol dikumpulkan dan
dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-butanol pekat. Ekstraksi dengan
n-butanol dilakukan 3 kali, setiap kali dengan pelarut n-butanol yang baru,
sehingga diperoleh fraksi n-butanol I, fraksi n-butanol II dan fraksi n-butanol
III.
Untuk melihat profil kromatografi dari setiap fraksi.
digunakan cara kromatografi kertas. Masing-masing fraksi ditotolkan pada kertas
Wathman no. 1, dielusi menggunakan cairan pengembang n-butanol - asam asetat –
air (60 : 22 : 1,2 ) [1,9,11].
Setelah diketahui bahwa fraksi yang mengandung jenis
flavonoid terbanyak adalah fraksi n-butanol I, maka dilakukan isolasi senyawa
flavonoid dengan cara kromatografi kertas preparatif. Masing-masing pita
kromatogram dipisahkan, dipotong kecil-kecil dan diekstraksi dengan metanol.
Untuk pemurnian isolat dilakukan pengembangan kedua secara kromatografi kertas
preparatif. Setiap pita kromatogram yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan
metanol, sehingga diperoleh beberapa isolat dari senyawa flavonoid. Identifikasi
senyawa golongan flavonoid dilakukan dengan mengamati warna fluoresensi di
bawah sinar ultraviolet sebelum dan sesudah penambahan uap amonia terhadap
bercak isolat yang diperoleh [3,8].
Kemudian dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet
dilihat geseran batokromik setelah setiap isolat dalam larutan metanol
diberikan pereaksi geser natrium hidroksida, aluminium klorida, asam klorida,
natrium asetat, dan asam borat secara bergantian. Dengan melihat geseran
batokromik tersebut dapat diidentifikasi jenis flavonoid [3,8].
Dilakukan juga pembuatan spektrum derivatisasi dengan menggunakan
spektrofotometer UV dan dibuat spectrum inframerah terhadap 2 (dua) isolat
untuk lebih meyakinkan hasil identifikasi.
Hasil
dan Pembahasan
Dari proses isolasi terhadap fraksi n-butanol dengan
menggunakan cairan pengembang I, didapatkan 5 (lima) bercak senyawa flavonoid
yang mempunyai Rf 0.22, 0,29, 0,37, 0,48 dan 0,60. Bercak dominan adalah yang
mempunyai Rf 0.37 dan 0,48. Setelah dilakukan pemurnian dengan pengembangan ke
II terhadap isolat, diperoleh bercak baru dengan Rf 0,51 yang berasal dari
pemisahan bercak yang mempunyai Rf 0.37. Bercak yang diperoleh kemudian diberi
kode sebagai berikut:
Bercak dengan Rf. 0,37 : SA-DE-1,
Bercak dengan Rf. 0,48 : SA-DE-2,
Bercak dengan Rf. 0,22 : SA-DE-3,
Bercak dengan Rf. 0,29 : SA-DE-4,
Bercak dengan Rf. 0,51 : SA-DE-5,
Bercak dengan Rf. 0,60 : SA-DE-6.
Setelah dilakukan identifikasi pendahuluan terhadap setiap
isolat senyawa golongan flavonoid yang dilakukan dengan mengamati warna
fluoresensi di bawah sinar ultra-violet sebelum dan sesudah penambahan uap amonia,
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet untuk
melihat geseran batokromik setelah direaksikan dengan pereaksi tertentu. Dari
hasil analisis tersebut dapat diberikan pembahasan sebagai berikut:
Hasil pemeriksaan pendahuluan pada senyawa ini mengarah pada
glikosida flavonol dengan OH-3 tersubstitusi dan mempunyai OH-4’, atau flavon
dengan OH-5, atau flavanon dengan OH-5 atau kalkon tanpa OH pada cincin B. Hal
ini didasarkan pada bercak berwarna ungu gelap di bawah sinar UV, dan warna
tersebut berubah menjadi kuning setelah direaksikan dengan uap ammonia. Dalam
larutan metanol senyawa ini memberikan 2 serapan maksimum yaitu pita I 358,0
dan pita II 258,0 sehingga menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah flavon
atau flavanon. Adanya pundak pada serapan maksimum pita II menunjukkan adanya 2
atau lebih atom O pada cincin B. Dengan penambahan natrium hidroksida serapan
maksimum pita I menjadi 413,0, terjadi pergeseran batokromik 55 nm dan tanpa
disertai penurunan intensitasnya, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas.
Terbentuknya pita baru dengan serapan maksimum 333 menunjukkan adanya OH-7 bebas.
Jadi senyawa tersebut mengarah ke flavonol bukan kalkon. Dengan penambahan
natrium asetat serapan maksimum pita II bergeser 15 nm tanpa penurunan
intensitas, hal ini semakin memperkuat adanya OH-7 bebas, dengan penambahan
asam borat pada larutan natrium asetat serapan maksimum pita I bergeser sebesar
22 nm, hal ini menunjukkan adanya ortodihidroksi ada cincin B. Penambahan
aluminium klorida mengakibatkan pergeseran batokromik serapan maksimum pita I
sebesar 53 nm, ini menunjukkan adanya OH-5 bebas tanpa oksigenasi pada posisi 6
dan pergeseran berkurang pada penambahan asam klorida untuk pita I menunjukkan
gugus ortodihidroksi. Dari data tersebut di atas, maka senyawa tersebut
mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi, dengan OH pada posisi atom
C nomor 5, 7, 4’, 5’, dan dengan melihat hasil derivatisasi dan spektrum
inframerah maka senyawa SA-DE-1 mengarah pada struktur senyawa rutin.. Hasil
pemeriksaan pendahuluan isolat SA-DE-2 dengan melihat bercak berwarna ungu
gelap dibawah sinar UV dan berubah menjadi kuning dengan uap amonia, serta
adanya serapan maksimum pita I 348,0 nm dan pita II 267,0 nm dalam metanol,
maka senyawa ini mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi atau
kalkon. Dengan penambahan natrium hidroksida, serapan maksimum pita I bergeser
batokromik sebesar 53 nm menjadi 401,0 nm tanpa pengurangan intensitas, hal ini
menunjukkan adanya OH-4’ bebas. Terbentuknya pita baru dengan serapan 326 nm
menunjukkan adanya OH-7 dan senyawa tersebut mengarah pada flavonol OH-3
tersubstitusi. Terjadinya pergeseran batokromik pita II sebesar 5 nm pada
penambahan natrium asetat juga menunjukkan adanya OH-bebas. Pergeseran lebih
kecil pada penam-bahan natrium asetat dan asam borat pada pita I menunjukkan
adanya orto dihidroksi pada cincin A (dapat 6,7 atau 7,8). Pergeseran
batokromik pita I sebesar 50 nm pada penambahan aluminium klorida dan asam
klorida menunjukkan adanya OH-5 bebas, tanpa oksigenasi pada 6.
Dari data spektrum ultraviolet tersebut, senyawa SA-DE-2
mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi dengan OH pada posisi atom C
nomor 5, 7, 8 dan 4’. Puncak-puncak spektrum inframerah dari senyawa tersebut
memberikan petunjuk adanya gugus OH (3400 cm-1 ), gugus ester C=O pada 1660
cm-1 dan C=O flavonoid 1600 cm-1. Gugus-gugus tersebut merupakan gugus utama flavonoid.
Melihat data spektrum inframerah dan ultraviolet belum cukup
memberikan arah untuk menentukan jenis senyawa isolate SA-DE-2. Reaksi
pendahuluan untuk senyawa SA-DE-3 memperlihatkan sebagai bercak berwarna ungu
gelap di bawah sinar ultraviolet, setelah diberikan uap amonia bercak tersebut
mengalami perubahan sedikit. Dalam metanol puncak serapan pita I 346 nm dan
pita II 267 nm, hal ini mengarahkan pada golongan flavon, flavonol OH-3
tersubstitusi atau Kalkon. Pada penambahan natrium hidroksida puncak serapan
pita I bergeser batokromik menjadi 399 nm dan mempunyai puncak intensitas yang
tidak menurun, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas. Pada penambahan natrium
asetat terjadi pergeseran batokromik pita II 3 nm dan intensitas tidak menurun,
hal ini menunjukkan adanya OH-7 dan mungkin adanya oksigenasi pada atom C nomor
6 atau 8 Penambahan aluminium klorida dan asam klorida tidak terjadi perubahan
pada pita I, kemungkinan ada OH-5 dengan gugus prenil pada 6. Dari data
spektrum ultraviolet tersebut, maka senyawa SA-DE-3 mengarah pada struktur
flavonol OH-3 tersubtitusi dengan substitusi OH pada atom C nomor 5, 7, 4’ dan
mungkin gugus prenil pada atom C nomor 6 dan oksigenasi pada atom C nomor 8.
Hanya dengan melihat data spektrum ultraviolet, belum dapat
memberikan arah untuk identifikasi jenis senyawa SA-DE-3. Dalam larutan metanol
senyawa ini memberikan serapan pita I 344 nm dan pita II 269 nm. Dengan melihat
bercak ungu gelap di bawah sinar ultra violet dan berubah menjadi hijau kuning
setelah diberikan uap amonia, maka senyawa ini mengarah pada flavon, kalkon
atau flavonol. Pada penambahan natrium hidroksida terjadi pergeseran batokromik
pita I sebesar 62 nm dan tanpa penurunan kekuatan, sehingga menunjukkan adanya
OH-4’. Penambahan natrium asetat menunjukkan adanya OH-7 dan mungkin ada
oksigenasi pada 6 atau 8, ini dapat dilihat dengan adanya pergeseran pita II
kurang dari 5 nm. Pergeseran batokromik 4 nm pada pita II dengan adanya penambahan
natrium asetat dan asam borat menunjukkan adanya orto dihidroksi pada cincin A
(6, 7 atau 7, 8). Tidak berubahnya serapan maksimum pita II dengan penambahan
aluminium klorida dan asam klorida menunjukkan kemungkinan adanya OH-5 dengan
gugus prenil pada atom C nomor 6.
Dari data spektrum ultraviolet tersebut senyawa SA-DE-4
mengarah ke senyawa flavonol dengan OH-3 tersubstitusi dan substitusi OH
terdapat pada posisi atom C nomor 5, 7, 8, 4’, dan kemungkinan ada gugus prenil
pada atom C nomor 6. Senyawa SA-DE-5 mempunyai pola spektrum ultraviolet yang
sama dengan SA-DE-4, jadi kemungkinan kedua senyawa tersebut mempunyai struktur
yang mirip hanya perbedaannya pada SA-DE-5 mempunyai ortho-dihidroksi pada
cincin B, hal ini terlihat adanya pergeseran batokromik 15 nm pada pita I
setelah penambahan natrium asetat dan asam borat. Dalam larutan metanol senyawa
ini memberikan serapan maksimum pita I 346 nm dan pita II 268 nm. Warna bercak ungu
gelap di bawah sinar ultraviolet dan berubah sedikit bila diberikan uap amonia.
Dari data tersebut senyawa ini mengarah kepada struktur flavon, flavonol OH-3
tersubstitusi atau khalkon. Tetapi dengan adanya OH-7 (terlihat dengan adanya
pergeseran batokromik pita II setelah penambahan natrium asetat), maka senyawa
tersebut mengarah ke flavonol OH-3 tersubstitusi atau flavon. Pada penambahan
natrium hidroksida maka terjadi pergeseran batokromik pita I dan tidak terjadi
penurunan intensitas sebesar 53 nm, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas. Tidak
terjadinya perubahan serapan maksimum Pita I pada penambahan aluminium klorida
dan asam klorida menunjukkan kemungkinan adanya OH-5 dengan gugus prenil pada
posisi atom C nomor 6. Dari data spektrum tersebut, maka senyawa SA-DE-6
mengarah pada struktur flavon atau flavonol OH-3 tersubstitusi, dengan
substitusi OH pada atom C nomor 5, 7, 4’ dan kemungkinan dengan gugus prenil
pada atom C nomor 6.
Kesimpulan
Enam senyawa flavonoid telah berhasil diisolasi dari daun
katu dari ekstrak etanol 95%. Setelah dilakukan identifikasi salah satu senyawa
flavonoid tersebut adalah rutin, sedangkan 5 senyawa lainnya mengarah kepada
golongan flavonol OH-3 tersulih, atau golongan flavon. Senyawa rutin dapat
digunakan sebagai zat identitas untuk daun katu. Disarankan untuk dilakukan
identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa flavonoid yang telah berhasil
diisolasi, dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih.
Permasalahan :
Dari kesimpulan artikel diatas disebutkan bahwa salah satu
seenyawa flavonoid yang teridentifikasi adalah senyawa rutin, apakah yang
dimaksud dengan senyawa rutin?
Dan disebutkan juga bahwa ada 6 senyawa flavonoid yang
berhasil diisolasi dari daun katu dari ekstrak etanol 95%. Apakah 6 senyawa
flavonoid itu? Dan apa bukti 6 senyawa itu adalah hasil dari isolasi tersebut?