Alkaloid adalah senyawa organik mirip
alkali yang mengandung atom nitrogen yang bersifat basa dalam cincin
heterosiklik. Karena bersifat basa, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya
terasa pahit. Dari segi
biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin
yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan
alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah
reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan
suatu senyawa enol atau fenol. Tipe alkaloid yang digunakan adalah kafein yang
diekstraksi dari Camellia sinensis sinensis.
Kafein
adalah sejenis senyawa alkaloid yang termasuk golongan metilxanthine
(1,3,7-trimethylxantine). Efek psikologis yang dihasilkan dapat beragam dan
bisa menyebabkan ketergantungan. Kafein cukup banyak terkandung dalam the
(30-75 mg/cangkir), selain itu daun teh juga mengandung tannin dan sejumlah
kecil klorofil. Struktur kafein terbangun dari system cincin purin, yang secara
biologis penting dan diantaranya banyak ditemukan dalam asam nukleat.
Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi
padat cair yang dilakukan merupakan proses pemisahan kafein padat dari larutan.
Pada tahap awal, daun C. sinensis sinensis diseduh dengan air mendidih. Hal ini
dimaksudkan agar kelarutan kafein dalam air meningkat. Dalam hal ini,
penambahan suhu berarti penambahan kalor yang meningkatkan energi kinetik
campuran sehingga lebih mudah terjadi pelarutan. Dengan ini, diharapkan, kafein
yang diekstrak dapat mencapai jumlah optimum.
Keberadaan
tannin dalam C. sinensis sinensis menyebabkan penambahan natrium karbonat
mejadi penting. Diklorometana digunakan untuk melarutkan kafein karena sebagai
pelarut senyawa organik, diklorometana melarutkan kafein lebih baik (140 mg/mL)
dari pada dalam air (22 mg/mL). Selain itu, tannin dalam bentuk garam juga
tidak dapat larut dalam diklorometana sehingga kafein yang dihasilkan jauh
lebih murni. Setelah corong pisah diguncang dan didiamkan, akan terbentuk dua
fasa utama, yaitu fasa diklorometana dan fasa air. Karena kafein larut lebih
baik dalam diklorometana dan tannin tidak larut di dalmnya, maka fasa yang
diambil adalah fasa diklorometana. Keberadaan emulsi, seperti yang telah
disebutkan, merupakan efek samping penggaraman tannin dan pengocokan yang
terlalu kuat.
Tujuan
penambahan CaCl2 anhidrat
adalah untuk pengikatan fasa air yang terikut sertakan pada pemisahan fasa
diklorometan dan fasa air dengan menggunakan corong pisah (pengeringan). Fasa
air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah karena ketidaksengajaan
memasukkan fasa air atau emulsi. Kedua, adalah karena air sedikit larut dalam
pelarut senyawa organik seperti diklorometan yang digunakan dalam praktikum
ini. Kalsium klorida lebih banyak digunakan karena harganya lebih terjangkau.
Namun, memiliki efek samping berikatan dengan senyawa oraganik yang mengandung
oksigen sehingga terbentuk kompleks.
Setelah
larutan ekstrak benar-benar bebas air, baru dilakukan distilasi. Pada praktikum
ini digunakan distilasi sederhada karena diklorometan dan kafein memiliki titik
didih yang jauh berbeda.
Pada
tahap akhir, ditentukan dengan menggunakan melting block, titik leleh kafein
antara 196-198 0C. Hal
ini kurang bersesuaian dengan data literatur yang menyatakan bahwa titik didih
kafein adalah sekitar 178 0C.
Ketidaksesuaian ini terjadi karena terdapat kontaminan lain dalam ekstrak yang
memiliki titik leleh lebih tinggi. Selain itu, ekstrak juga belum benar-benar
kering (masih mengandung diklorometan) karena tidak menggunakan penghisap vakum
(ekstrak terlalu sedikit).
Uji KLT
Pada
kromatografi lapis tipis ini digunakan pelat alumunium dengan silika gel
sebagai fasa diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran pelarut organik
sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa gerak
ini membawa analit organik melalui partikel fasa diam. Namun, analit
hanya bisa bergerak bersama pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika
gel.
Karakter
elektropositif silika gel dan karakter elektronegatif oksigen membuat fasa diam
silika gel sangatlah polar. Karena itu, semakin polar molekul yang akan
dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga yang
menyebabkan pemilihan pelarut non polar (diklorometan) pada percobaan ini.
Pelarut nonpolar akan lebih lama berada pada fasa gerak dan jarak yang dapat
ditempuhnya dapat dipastikan merupakan jarak terjauh dari kondisi awal sebelum
dielusi. Karena itu, pembandingan Rf dari suatu zat yang kita cari dengan
pelarut dapat dilakukan dengan baik.
Pemilihan
jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai fasa gerak haruslah
dilakukan dengan tepat. Absorben dan pelarut harus dipilih sedemikian rupa agar
terjadi kesetimbangan. Jika absorben mengikat semua molekul terlarut dengan
kuat, maka senyawa-senyawa tersebut tidak akan turun keluar kolom. Sementara
itu, jika pelarut mengikat semua molekul terlarut dengan kuat, maka
senyawa-senyawa tersebut akan dengan mudah keluar dari kolom tanpa adanya
pemisahan.
Penyemprotan
dengan reagen dragendroff dan pengeringannya setelah proses elusi dimaksudkan
untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sampel. Hal ini perlu
karena meskipun beberapa senyawa organik telah nampak berwarna, sebagian besar
senyawa organik malah tidak memiliki warna dan memerlukan pewarnaan buatan
untuk memudahkan pengamatan.
Selain
berfungsi sebagai media analisis kualitatif, KLT juga memberikan gambaran
kuantitatif kromatografik yang disebut Rf atau retardation
factor atau ratio
to front yang
diekspresikan sebagai fraksi desimal. Secara matematis, Rf merupakan nilai
perbandingan antara jarak tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.
Berikut
adalah tahapan dalam kromatografi lapis tipis ini.
1.
Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan
setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan
penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan.
Jika ini dilakukan menggunakan ekstraksi, pewarna dari ekstrak akan bergerak
selayaknya kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering,
lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada
di bawah garis dimana posisi bercak berada.Alasan untuk menutup gelas kimia
adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap
dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya
ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh
dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut
bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran
pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai
perbedaan bercak warna.
2.
Gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari lempengan.
Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan
pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi
tertentu dari pelarut dan fase diam.
3.
Perhitungan nilai Rf. Pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan
identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak
yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna
masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan
dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis,
sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran dilakukan seperti pada gambar.
Nilai Rf untuk setiap
warna dihitung dengan rumus berikut.
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak
yang ditempuh oleh pelarut
Semakin
polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat interaksinya dengan
fasa diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang dihasilkannya.
Etil
asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan organik,
dan metanol (senyawa alkohol) berfungsi sebagai medium fasa bergerak larutan
polar atau air. Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan pelarut
organik etil asetat atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat polar maka
akan terkapilaritasi bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang merupakan
senyawa organik akan terkapilaritasi bersama etil asetat dan kloroform.
Terdapat
beda Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan kloroform. Hal ini
terjadi karena keduanya memiliki beda tingkat polaritas. Dengan Rf yang lebih
kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi dari kloroform.
Namun, pada dasarnya uji KLT ini telah membuktikan keberadaan alkaloid jenis
kafein dalam sampel.
Uji Alkaloid
Pengujian
alkaloid menggunakan pereaksi meyer dan dragendroff pada dasarnya menggunakan
sifat dasar alkaloid yang reaktif terhadap logam berat. Dalam hal ini, pereaksi
meyer mengandung logam berat Bi (bismut) dan pereaksi dragendroff mengandung
logam berat Pb (timbal). Bukti keberadaan alkaloid dalam sampel terutama dengan
melihat keberadaan gumpalan atau endapan setelah terjadi reaksi antara sampel
dan pereaksi meyer atau dragendroff. Pada pereaksi meyer, jika terdapat
alkaloid, alakaloid akan bereaksi dengan bismut sehingga menggumpal dan
mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada pereaksi dragendroff, jika
terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal sehingga menggumpal dan
mengendap dalam endapan berwarna merah tua atau merah kecoklatan.
Hasil
pengamatan dari percampuran ekstrak C. sinensis sinensis dengan
kedua reagen menunjukkan tingginya kadar alkaloid yang terkandung di dalam
ekstrak.. Pada reaksinya dengan reagen meyer, campuran nampak keruh dan
terdapat endapat kuning. Selain itu, melihat reaksinya dengan reagen
dragendroff yang menunjukkan adanya reaksi pengendapan, keberadaan sifat
alkaloid pada ekstrak juga semakin bisa dipastikan. Berdasarkan sifat alakloid
ini dapat ditentukan bahwa yang diekstrak memang benar merupakan alkaloid tipe
kafein.
Biasanya,
endapan lebih mudah muncul dengan reaksi antara sampel dengan dragendroff
daripada dengan meyer. Kenapa begitu? Kemungkinan itu terjadi karena dibutuhkan
lebih banyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis bismut dari pada
timbal.
Ekstraksi Cair-Cair
Dalam
percobaan ini digunakan asam asetat glasial yang dititrasi dengan NaOH dan
digunakan indikator fenolftalein. NaOH dan asam asetat akan membentuk garam
natrium asetat. Garam tersebut dapat larut dalam air. Pada penambahan eter,
larutan akan terfraksi ke dalam 2 fasa, yaitu fasa air dan fasa organik.
Penambahan eter 1 x 15 ml menghasilkan jumlah asam asetat yang larut dalam fasa
eter lebih sedikit daripada jika dilakukan penambahan eter 3 x 5 ml, meskipun
jumlah total eter yang digunakan adalah sama. Hal ini terjadi karena jumlah kontak
dan probabilitas pelarutan asam asetat dalam eter menjadi lebih tinggi. Hal
yang sebaliknya terjadi pada fasa air.
Permasalahan
Dari
artikel diatas, dalam ekstraksi padat-cair, di dalam daun C. sinensis sinensis terdapat tannin dan kafein. Mengapa digunakan juga diklorometana dalam
ekstraksi ini padahal kita tau tannin bersifat larut dalam air dan
diklorometana? Bagaimana caranya agar kafein yang kita peroleh dari daun C. sintesis sintesis lebih murni padahal yang kita tau dalam daun
C. sintesis
sintesis bukan hanya ada kafein, tetapi juga ada tannin.?
Pemisahan tanin dari kafein dapat dilakukan dengan, mengambil Ekstrak yang diperoleh kemudian diletakkan dalam cawan porselein yang telah berisi 12,5 magnesium oksida dalam 75 ml air , kemudian diuapkan hingga kering dengan penangas air . Penambahan magnesium oksida dilakukan dengan tujuan untuk menjerap kofein dalam ekstrak dan untuk menghilangkan senyawa tanin . ( Robinson, 1991 ) Hal tersebut karena tanin cenderung membentuk kompleks dengan kofein sehingga akan mempersulit tahap isolasi kofein. Dengan penambahan Magnesium oksida, tannin akan berikatan dengan Mg dan berubah menjadi bentuk garam, sehingga kafein terlepas dalam keadaan basa bebas.
BalasHapusPemurnian pada kafein juga dapat dilakukan dengan menambahkan Diklorometana untuk melarutkan kafein karena sebagai pelarut senyawa organik, diklorometana melarutkan kafein lebih baik (140 mg/mL) dari pada dalam air (22 mg/mL). Selain itu, tannin dalam bentuk garam juga tidak dapat larut dalam diklorometana sehingga kafein yang dihasilkan jauh lebih murni. Setelah corong pisah diguncang dan didiamkan, akan terbentuk dua fasa utama, yaitu fasa diklorometana dan fasa air. Karena kafein larut lebih baik dalam diklorometana dan tannin tidak larut di dalmnya, maka fasa yang diambil adalah fasa diklorometana
Hapusbaiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari saudari friska : cara pemisahan tanin dari kafein yang ada pada daun tersebut yaitu dengan penambahan natrium karbonat, penambahan tersebut bertujuan untuk mengikat tanin yang
BalasHapusterkandung dalam sampel larut dalam air.Perlakuan selanjutnya adalah,
pemanasan yang bertujuan agar tanin yang ada dapat terpisah membentuk
endapan.Campuran tersebut dapat diekstrak dengan menggunakan kloroform.
Kafein bersifat polar sehingga dapat larut dalam CHCl3.
guna dari diklorometana disini agar kafein yang didapat lebih murni lagi, dimana diklorometana melarutkan kafein lebih baik (140 mg/mL) dari pada dalam air (22 mg/mL). Selain itu, tannin dalam bentuk garam juga tidak dapat larut dalam diklorometana sehingga kafein yang dihasilkan jauh lebih murni,
smoga bsa membantu :)